BAB I
DASAR PERTIMABANGAN, KEBIJAKAN, DAN KONSEP KEBERBAKATAN
DAN KREATIVITAS
A.
Pengantar
-
Pengembangan kreativitas
-
Dasar pertimbangan untuk pendidikan anak berbakat
-
Perumusan kebijakan mengenai pelayanan pendidikan anak
berbakat dan pengembangan kreativitas
-
Konsep keberbakatan dan konsep kreativitas pada 4P (Pribadi,
Pendorong, Proses, dan Produk)
B.
Dasar
Pertimbangan Untuk Pengembangan Kreativitas
1.
Hakikat Pendidikan
- - Pendidikan sangat menentukan perkembangan dan peranan
pada individu, juga sebuah kemajuan bangsa. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung
bagaimana cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan SDM,
yang berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang akan diberikan kepada
masyarakatnya.
- - Tujuan pendidikan pada umumnya untuk mengembangkan lingkungan
yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara
optimal, sehingga ia dapat berfungsi sepenuhnya.
- - Setiap orang memiliki bakat dan kemampuan berbeda, oleh
karena itu dibutuhkan pendidikan yang berbeda pula.
- - Pendidikan bertanggung jawab untuk memandu
(mengidentifikasi dan membina), serta memupuk (mengembangkan dan meningkatkan)
bakat, termasuk yang berbakat istimewa (gifted),
dan kecerdasan luar biasa (talented).
- -
Dulu orang biasanya mengartikan kecerdasan ketika memiliki
IQ tinggi, namun sekarang bukan hanya intelegensi yang menentukan keterbakatan,
melainkan juga kreativitas dan motivasi berprestasi (Renzulli, 1981)
- - Kreativitas atau daya cipta memungkinkan
penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu teknologi, serta dalam bidang usaha
manusia.
2.
Kebutuhan akan Kreativitas
Ditinjau dari aspek manapun, kebutuhan akan kreatifitas
sangatlah terasa. Perpanjangan waktu luang memerlukan penyaluran energi ke
usaha atau kegiatan kreatif. Namun kebanyakan orang cenderung mengikuti hiburan
secara pasif atau melakukan kegiatan kelompok yang sudah ditentukan aturan
mainnya. Bahkan dalam kehidupan pribadi dan keluarga, tampak kecenderungan
bahwa perilaku orisinal yang “lain daripada yang lain” dirasakan sebagai
sesuatu yan aneh bahkan berbahaya (Rogers, dalam Vernon 1982). Padahal dalam
kehidupan sehari-hari kita dituntut untuk adaptasi secara kreatif dan
memecahkan masalah secara imajinatif.
Dalam bidang pendidikan pun demikian. Lebih menekankan
pada hafalan dan mencari satu jawaban yang benar terhadap soal yang diberikan. Proses
pemikiran tinggi, termasuk pemikiran tinggi jarang dilatih.
Guilford (1950) menyatakan
“Keluhan yang paling banyak saya dengar mengenai
kelulusan perguruan tinggi kita ialah bahwa mereka cukup mampu melakukan tugas
yang diberikan dengan menguasai teknik-teknik yang diajarkan, namun mereka
tidak berdaya jika dituntut memecahkan masalah yang memerlukan cara-cara yang
baru”
Padahal banyak departemen pemerintah mencari orang yang
memiliki potensi kreatif-inventif.
3.
Kendala dalam Pengembangan Kreativitas
Kendala konseptual yang pertama tentang kreatifitas
merupakan sifat yang diwarisi oleh orang yang sangat berbakat/genius. Sehingga diasusmsikan
sebagai sesuatu yang dimiliki, atau tidak dimiliki.
Yang kedua, alat ukur yang umumnya dipakai oleh sekolah
merupakan tes intelegensi tradisional. Kebanyakan hanya meliputi tugas-tugas
mencari satu jawaban yang benar (berpikir konvergen) kemampuan berpikir
divergen dan kreatif, yaitu menjajaki kemungkinan jawaban atas suatu masalah
jarang diukur.
Sebab lain dari kurangnya dunia pendidikan dan psikologi
terhadap kreativitas ialah kesulitan merumuskan konsep kreativitas itu sendiri.
Selanjutnya adalah metodologis. Tuntutan alat ukur yang
cenderung mengukur kemampuan konvergen. Sehingga mengalihkan perhatian untuk
mengukur kemampuan divergen. Manakala ada kemungkinan subjektivitas dalam scoring.
Yang terakhir, proses pemikiran yang tinggi (kreatif)
kurang dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep stimulus-respon.
4.
Hubungan kreativitas – Intelegensi
Kemampuan berpikir konvergen mendasari tes intelegensi
tradisional, dan kemampuan berpikir divergen merupakan indikator dari
kreativitas.
Utami Munandar (1977)
“berpikir divergen (kreativitas) menunjukkan
hubungan yang bermakna dengan berpikir konvergen (intelegensi).
5.
Peran Intelegensi Dan Kreativitas Terhadap Prestasi
Sekolah
- Torrance (1959): Daya imajinasi, rasa ingin tahu, dan
originalitas dari subjek yang kreativitasnya tinggi, dapat mengimbangi
kekurangan dalam daya ingatan dan faktor lain yang diukur oleh tes intelegensi
tradisional.
- Utami Munandar (1977): kreativitas sama absahnya seperti
intelegensi, sebagai prediktor dari prestasi sekolah. Jika efek intelegensi
dieliminasi, hubungan antara kreativitas dan prestasi sekolah tetap
substansial.
- Milgram (1990): IQ semata-mata tidak dapat meramalkan
kreativitas dalma kehidupan nyata.
- Cropley (1994): True
Giftedness = kemampuan konversional + kemampuan kreatif
- Hofstee (1969): Tes (kreativitas, intelegensi, ingatan) +
kriteria (prestasi sekolah) -> Informasi mengenai kualitas dari sistem
pendidikannya.
6.
Sikap Kreatif sebagai Non-Aptitude
Trait dari Kreativitas
- Studi Roe, Mac Kinnon, dan Cattel : Profil kepribadian
dari tokoh-tokoh yang unggul kreatif, berbeda dengan profil kepribadian orang
rata-rata.
-
Guilford membedakan aptitude
dan non-aptitude traits.
Aptitude: Berpikir
kreatif, meliputi kelancaran, kelenturan, orisinalitas berfikir, cenderung
dioperasionalisasikan dalam tes berfikir divergen
Non-aptitude:
Afektif,
kepercayaan diri, keuletan, kemandirian
-
Giftedness = Intelegensi
+ Kreativitas + Task Commitment (motivasi)
7.
Sikap Guru dan Orang Tua mengenai Kreativitas
- Guru dan Orang Tua, kedua lingkungan pendidikan ini dapat
berfungsi sebagai pendorong (press)
dalam pengembangan kreativitas anak.
- Yang dapat dilakukan pendidik adalah mengembangkan sikap
dan kemampuan anak didik untuk menghadapi persolan masa mendatang secara kreatif.
-
Parnes (1963): Kita menerima banyak instruksi bagaimana
melakukan sesuatu di sekolah, di rumah. Sehingga kita kehilangan kesempatan
untuk kreatif.
-
Jika seseorang mengenali potensi kreativitas nya, maka ia
dapat mencapai aktualisasi diri.
- Cara mengajar untuk mengembangkan kreativitas: suasana
non-otoriter -> guru menaruh kepercayaan -> anak mampu berpikir dan
mengemukakan gagasan baru -> anak bekerja sesuai dengan minat.
-
Namun sayangnya :
·
Guru lebih menyukai siswa dengan kecerdasan tinggi daripada
yang kreatif (Getzels dan Jackson, 1962)
· Persepsi guru terhadap ‘murid ideal’, sedikit
persamaannya dengan perilaku yang ditemukan pada pribadi kreatif (Bachtold
(1974), Munandar, 1977).
-
Dasar pertimbangan yang berkaitan dengan pengembangan kreativitas
anak:
·
Kurangnya pelayanan pendidikan khusus bagi anak berbakat
·
Dituntutnya pengembangan kreativitas sebagai salah satu
faktor utama
· Adanya kesenjangan antara kebutuhan akan kreativitas dan
perwujudannya dalam masyarakat
·
Sekolah lebih berorientasi pada pengembangan intelegensi
daripada kreativitas
·
Pendidik dan orang tua masih kurang memahami arti
kreativitas
·
Banyak kendala lain secara makro dan mikro
C.
Dasar
Pertimbangan Untuk Pendidikan Anak Berbakat
Banyak kesalahan
pendapat bahwa jika anak betul-betul berbakat, ia akan dapat memenuhi kebutuhan
pendidikannya sendiri. Dengan timbulnya masalah ini, pelayanan pendidikan
khusus bagi anak berbakaat diperlukan, karena :
-
Anak berbakat memerlukan program yang sesuai dengan tahap
perkembangannya
- Tanggung jawab pendidikan untuk memberikan pelayanan
pendidikan khusus bagi mereka yang memiliki kemampuan unggul.
- Jika anak berbakat dibatasi, mereka akan cepat bosan,
jengkel, atau acuh tak acuh. Sehingga anak berbakat menjadi underachiever.
- Mengenai kekhawatiran kelompok ‘elite’, apabila dengan
elite dimaksudkan dengan golongan atas, maka ditinjau dari keunggulan bakat dan
kemampuan, mereka memang tergolong elite.
- Anak dan remaja merasa bahwa minat dan gagasan mereka
berbeda dengan yang lain, sehingga merasa terisolasi.
- Jika dirancang program kebutuhan dari awal, akan
menumbuhkan peningkatan prestasi, kompetensi, dan harga diri.
-
Akan memberi sumbangan yang bermakna bagi masyarakat dan
manusia lain.
- Dari sejarah tokoh, beberapa dari mereka tidak menonjol
dalam prestasi sekolah, namun berhasil dalam hidup.
D.
Kebijakan
1.
Kebijakan tentang Pelayanan Pendidikan Anak Berbakat
-
UUD 1989, Pasal 8, ayat 2: “Warga negara yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.”
- Pendidikan khusus terhadap anak berbakat dengan program
pengayaan (enrichment), percepatan (acceleration), ataupun kombinasi
keduanya.
- UUD 1945, Bab IV “Peserta didik yang memiliki kecerdasan
luar biasa perlu mendapat perhatian lebih khusus agar dapat dipicu perkembangan
prestasi dan bakatnya.”
2.
Kebijakan tentang Pengembangan Kreativitas
- GBHN 1993: “Pendidikan nasional bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan YME, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, tangguh, cerdas, kreatif, disiplin,
bertanggung jawab, serta sehat jasmani dan rohani.”
- GBHN 1993: “Pengemban kreativitas (daya cipta) hendaknya
dimulai pada usia dini, yaitu keluarga dan pra-sekolah”
3.
Peranan Kreativitas dalam Program Pendidikan Anak
Berbakat
- Meningkatkan kreativitas merupakan bagian integral dari
kebanyakan program untuk anak berbakat. Dimana kreativitas biasanya disebut
dengan prioritas.
- Perhatian perlu diberikan bagaimana kreativitas itu dapat
dikaitkan dengan semua kegiatan di dalam kelas dan setiap saat (De Bono).
E.
Konsep
Kreativitas
1.
Kreativitas dan Aktualisasi Diri
- Abraham Maslow dan Carl Rogers : Apabila sesorang menggunakan
semua bakat dan talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi –
mengaktualisasikan atau mewujudkan potensinya -> Aktualisasi Diri
- Rogers (1962): Sumber dari kreativitas adalah
kecenderungan untuk mengaktualisasi diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk
berkembang dan menjadi matang, mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan
organisme.
- Damn (1970): Baik kreativitas maupun intelegensi,
berkorelasi dengan aktualisasi diri, dan tingkat aktualisasi diri yang
tertinggi dicapai oleh siswa sekolah menengah yang sama-sama kreatif dan
inteligen.
-
Maslow membedakan :
·
Kreativitas Talenta Khusus: Memiliki bakat atau talenta
kreatif yang luar biasa dalam bidang seni, sastra, musik, teater, dan lainnya. Orang
ini bisa saja menunjukkan penyesuaian serta aktualisasi diri yang baik, tapi
mungkin juga tidak.
· Kreativitas Aktualisasi Diri: Sehat mental, hidup
sepenuhnya, dan produktif, menghadapi semua aspek kehidupannya secara fleksibel
dan kreatif. Tapi belum tentu memiliki talenta kreatif yang menonjol.
2.
Konsep Kreativitas Dengan Pendekatan Empat P
- Pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah “Four P’s of Creativity: Person, process,
press, product” (Rhodes)
-
Keempat P ini saling berkaitan: Pribadi kreatif yang
melibatkan diri dalam proses kreatif, dan dengan dukungan dan dorongan (press) dari lingkungan menghasilkan
produk kreatif
a.
Person
- Tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan
kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya (Hulbeck, 1945).
- Three Facet
Model of Creativity (Sternberg, 1988): Kreativitas merupakan titik pertemuan
yang khas antara tiga atribut psikologis, yaitu intelegensi, gaya kognitif, dan
kepribadian/motivasi.
- Gaya kognitif dari pribadi yang kreatif menunjukkan kelonggaran
dari keterikatan pada konvensi, menciptakan aturan sendiri, melakukan hal denga
caranya sendiri, menyukai masalah yang tidak terlalu terstruktur, senang
menulis, merancang, lebih tertarik pada pekerjaan yang kreatif, seperti
pengarang, saintis, arsitek.
b.
Process
- Torrance (1988) definisi Torrance ini
meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan masalah sampai
dengan menyampaikan hasil.
c.
Product
-
Barron (1969): Kemampuan menciptakan sesuatub yang baru
-
Kriteria untuk produk kreatif menurut Rogers (dalam Vernon, 1982):
·
Produk itu harus nyata (observable)
·
Produk itu harus baru
· Produk itu adalah hasil dari kualitas unik individu dalam interaksi
dengan lingkunganya.
d.
Press
“Press”
merupakan dorongan, baik dorongan internal diri sendiri berupa keinginan dan
hasrat untuk menciptakan atau bersibuk diri maupun dorongan eksternal dari
lingkungan sosial dan psikologis.
F.
Konsep Anak
Berbakat Dan Keterbakatan (Giftedness)
Terman yang menggunakan intelegensi sebagai kriteria tunggal
untuk mengidentifikasikan anak berbakat yaitu, IQ 140.
1.
Definisi USOES
Tentang Keberbakatan
Disepakati dalam seminar nasional mengenai Alternatif Program Pendidikan bagi Anak
Berbakat yang diselanggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
dan Kebudayaan:
“Anak berbakat adalah
mereka yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mampu
mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-kemapmpuan yang
unggul. Kemampuan-kemampuan tersebut, baik secara potensial maupun nyata,
meliputi:
- Kemampuan
intelektual umum
- Kemampuan
akademik khusus
- Kemampuan
berpikir kreatif-produktif
- Kemampuan
dalam salah satu bidang seni
- Kemampuan
psikomotor (seperti dalam olahraga)”
Namun pada tahun 1978 di Amerika Serikat kemampuan psikomotor
dihapuskan, karengan pertimbangan sudah cukup mendapat perhatian dan terlayani.
2.
Konsepsi Renzuli Tentang Keberbakatan
- “Three-Ring Conception” dari Rezulli dan
kawan-kawan yang menyatakan bahwa tiga ciri pokok yang merupakan kriterian
(persyaratan keberbakatan ialah keterkaitan antara:
·
Kemampuan umum di atas rata-rata
·
Kreativitas di atas rata-rata, dan
·
Pengikatan diri terhadap tugas (Task commitmen cukup tinggi)
- Suatu definisi merupakan pernyataan yang diungkapkan secara eksplisit, dan
menjadi bagian dari kebijakan dan bahkan juga dari perantauan. Oleh karena itu
adalah penting bahwa suatu definisi mengetahui tiga kriteria berbakat, yakni :
·
Harus berdasarkan riset tentang karakteristik orang berbakat
· Memberikan arah dalam seleksi dan/atau pengembangan instrumen dan prosedur
identifikasi
· Memberikan arah dan berkaitan dengan praktek program, seperti seleksi
mencari dan metode instruksi serta seleksi dan pelatihan guru anak berbakat.
Setiap dari ketiga kelompok ciri-ciri
itu sama-sama menentukan keberbakatan. Berikut akan dibahas masing-masing “cluster” ciri-ciri tersebut.
a.
Kemampuan Di Atas Rata-Rata (Intelegensi)
-
Intelegensi tidak sinonim dengan
keberbakatan (Terman, 1959)
-
Mencapai skor tinggi dalam tes akademis
belum tentu menentukan potensi kreatif (Wallach, 1976).
b.
Kreatifitas
Kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan
untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan
masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara
unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.
c.
Pengikatan Diri Terhadap Tugas
- Peningkatan diri terhadap tugas sebagai
bentuk motivasi yang internal yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet
mengerjakan tugasnya, meskipun mengalami macam-macam rintangan atau hambatan,
menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, karena ia telah mengikatkan
diri terhdap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.
-
Subjek yang kreatif dapat bertahan
terhadap tekanan sosial karena orientasi yang lebih kuat pada tuntutan tugas.
- Renzulli (1981) memberikan kritik
terhdap definisi USOE bahwa definisi tersebut mengabaikan motivasi atau task commitmen sebagai ciri afeksi yang penting pada
orang berbakat.
- Manfaat dari definisi Renzulli ialah
melihat keterkaitan antara tiga kelompok ciri sebagai persyaratan keberbakatan,
kemampuan umum, kreatifitas dan motivasi.
Yulli Miata Fanny
09 - 001