Minggu, 27 Oktober 2013

testimoni tentang proses uts kita ini dikaitkan dengan teori kreativitas 4P


Person:
Pandangan terhadap masalah dan kepribadian sangat berpengaruh terhadap aspek person. Jika pribadi merupakan orang yang tepat waktu, dan ingin mengerjakan soal sebaik mungkin, pengerjaan soal ini akan sangat mudah. Lain hal nya dengan saya yang agak ‘leler’, kesulitan membagi waktu dan menentukan prioritas utama yang akan dikerjakan. Akhirnya jadi cemas karena jawaban saya harus menunggu antrian untuk direspon.

Press:
Sejak awal akan dilaksanakannya UTS online ini, Ibu sudah mengingatkan kami untuk mengerjakannya sebaik mungkin, mengingat waktu yang diberikan sangat-sangat terbatas. Ini merupakan press eksternal yang akhirnya membuat saya sadar akan tanggung jawab. Selain itu, saya juga harus memiliki pressinternal dari dalam diri saya agar saya memiliki kemauan untuk menjawab dengan sebaik-baik dan semaksimal mungkin. press”  atau dorongan, baik dorongan internal (dari diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif) maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologi (Munandar, 2009).

Process:
Soal yang diberikan sangat aplikatif dan membuat saya untuk berfikir  secara divergen. Proses persiapan tentu saja dengan menantikan soal dari ibu dan mempersiapkan bahan referensi yang akna digunakan untuk menjawab. Memasuki tahap inkubasi, saya cukup lama untuk memilah-milah teori mana yang relevan untuk membahas soal ini. Kemudian tahap iluminasi, disini saya sudah mengetahui teori apa yang akan saya gunakan dan mulai mempersiapkan penulisan jawaban. Dan tahap verifikasi, disini saya biasanya membaca ulang tulisan yang telah saya buat.

Product
Barron (dalam Munandar, 2009) menyatakan bahwa produk kreatif merupakan hasil kreativitas, yaitu kemampuan menciptakan sesuatu yang baru. Selain jawaban yang telah saya ciptakan, product disini juga termasuk lah nilai skor UTS yang ibu kirimkan.

Jumat, 25 Oktober 2013

DIY: Recycle Your Old Clock

Jam merupakan penunjuk waktu yang sangat penting di kehidupan kita sehari-hari. Bentuknya pun sangat beragam. Tapi untuk saya pribadi, jam dinding cepat sekali membosankan (yah memang sebenarnya juga saya mudah bosan). Jadi untuk mengakali jam dinding yang udah membosankan, ataupun mengakali jam-jam kampanye yang gak mungkin dipajang, coba yuk ikutin tutorial saya ini. Mudah dan cepet sekali loh mengerjakannya ^O^


How to Recycle Your Old Clock
                Alat dan Bahan:
                Mesin jam atau jam (boleh jam dinding ataupun jam weker)
                Kertas kado
                Frame foto (optional)
    Foto (optional)
                Obeng untuk membuka mur
                Double tape
                Glue gun
                Aneka hiasan sesuai selera (mine are the studs)

                Cara membuat

1. Bongkar jam dengan cara membuka mur/skrup yang ada di bagian belakang jam


2. Lepaskan mesin dari bingkai jam, kaca, serta bagian kertas yang bergambar pada jam


Saya gak akan gunain bingkai jam ini, karena saya pingin jam dengan tema minimalis
hehe tapi 'bangkai' jam nya bisa di recycle jadi bingkai foto juga loh. Tinggal ganti aja bagian gambarnya dengan foto kamu ^O^

3. Karena saya pingin tema yang minimalis, saya gunakan tambahan bingkai foto yang udah ngebosenin juga. Jam dengan bingkai persegi kan gak mainstream hehe

4. Lepaskan bagian belakang bingkai serta kacaya

5. Kemudian hitung dan temukan titik tengah pada bagian latar bingkai dengan menggunakan penggaris. tandai dengan sebuah titik, kemudian lubangi bagian tengah tersebut dengan menggunakan obeng. Fungsi lubang ini adalah untuk memasukkan mesin jam.

6. Oke, jam nya udah pas masuk ke lubang hehe. Tempelkan dengan double tape atau glue gun. Sekarang tinggal dihias sesuai selera. Pertama-tama ganti latar jam dengan latar design yang kamu inginkan. (punya saya dengan kertas kado polkadot hitam putih). Dan karena saya ingin minimalis, saya tambahkan potongan kertas jeruk warna merah di bagian tengah nya. Untuk penunjuk waktu nya, saya tambahkan stud atau paku hias. Ini sih selera saya. Kalian bisa buat yang kalian suka ^O^


Bisa juga ditambahkan foto seperti ini, it's all up to you hehe

Kalo jam ini terlalu minimalis, kalian bisa langsung membuatnya dari bahan jam dinding. Caranya juga sama kok ^O^

Gak susah kan? hehe bisa diganti berapa kali pun sampe kalian gak bosan lagi.
ada yang berniat recycle jam nya? share with me ^O^

Makasih udah baca, tinggalkan komen juga ya ^^v


Rabu, 23 Oktober 2013

Konsep Kreativitas Kelompok 2




Latar Belakang
Cukup banyak ide yang diberikan kelompok untuk membuat suatu hasil karya kreativitas. Mulai dari explosion box, pop up card, dan lain sebagainya. Karya-karya banyak digunakan untuk membuat kejutan bagi orang-orang yang menerimanya. Kelompok mengalami perdebatan dalam memilih karya kreativitas.

a.    Persiapan
Kelompok mempersiapkan segala kemungkinan yang akan terjadi dari masing-masing karya. Berfikir memecahkan masalah, memikirkan waktu yang dibutuhkan untuk membua suatu karya. Memang untuk membuat ini bahan yang dibutuhkan cukup banyak, tapi bisa dengan mudah dijumpai.

b.    Inkubasi
Tim melakukan inkubasi dalam memikirkan karya ini. Karena banyak ide, tapi keterbatasan waktu mengurangi sedikit press internal. Tapi setelah berfikir-fikir kira-kira hampir 3 hari. Kelompok memutuskan untuk membuat explosion box dengan dipadukan sedikit pop up card.

c.    Iluminasi
Setelah masa inkubasi, kelompok menetapkan untuk membuatexplosion box, tapi mengingat kembali keterbatasan waktu. Bagaimana kelompok mempresentasikan ini. Karena membutuhkan waktu yang cukup banyak membuat ini. Maka, kelompok memutuskan mempresentasikannya dengan slide yang sudah dilengkapi dengan tekhnik pembuatannya.

d.    Verifikasi
Kelompok menguji pembuatan karya ini, memang memerlukan waktu yang sangat lama. Kelompok menyelesaikan dalam 2 hari, namum belum sampai tahap finishing. Karena hal ini, maka kami dengan mantap melakukan presentasi dengan slide tekhnik pembuatannya. Tidak dengan menunjukkan secara langsung cara membuatnya.

Tujuan dan Manfaat Pembuatan Karya Kreativitas

Kelompok:
·         Meningkatkan kreativitas kelompok
·         Menambah pengalaman untuk menghasilkan karya yang kreatif

Pembaca:
·         Memberikan inspirasi kepada pembaca
·         Memberika pengajaran/pengetahuan bagi pembaca

Perlengkapan:

Alat:
·         Gunting
·         Cutter
·         Lem tembak
·         Double tape
·         Penggaris
·         Pola kubus

Bahan:
·         Kertas Kado
·         Kertas Jeruk
·         Kertas warna
·         Kertas karton
·         Kardus bekas

Tekhnik Pembuatan:
1.     Potong kardus hingga berbentuk persegi (sekitar 20cm x 20cm). Buat hingga 5 sisi.
2.    Tempelkan kertas pada sisi-sisi kardus (seperti engsel pintu, sehingga tiap sisi bisa digerakkan)
3.    Tutup sisi-sisi kardus dengan kertas kado
4.    buat pola kubus (tanpa tutup) dengan kertas karton atau kertas jeruk (sekitar 19cm x 19cm) tempelkan pada tengah kubus
5.    Hias bagian dalam kardus dan sisi karton/kertas jeruk dengan kreasi masing-masing
6.    Buat tutup kotak dari kertas jeruk (sekitar 20,5cm x 20,5cm x 2cm)

Selasa, 22 Oktober 2013

Model Penilaian Kreativitas dalam Mengarang

            Karangan yang akan saya nilai dalam tugas ini merupakan karangan saya sebelumnya dalam analisi diri { disini }Sebenarnya saya kurang mengerti proses skoring dalam kreativitas mengarang. Saya mengharapkan adanya konfirmasi dan revisi dari dosen untuk memperbaiki kesalahan saya.

1.       Kelancaran
Jumlah kata yang saya gunakan dalam tulisan saya berjumlah 1.129 kata. Untuk poin pertama ini, saya memperoleh skor 5, karena karangan saya lebih dari 200 kata
2.       Kelenturan (fleksibilitas)
Fleksibilitas struktur kalimat dalam konten karangan saya:
·         Ragam bentuk kalimat :
Kalimat yang digunakan dalam karangan ini terdiri dari beberapa bentuk “Pada saat saya duduk di SD, saya sangat suka menggambar, terutama gambar-gambar manga (komik). (skor 1)
·         Keragaman dalam menggunakan kalimat :
o   Kalimat deklaratif : “Ayah saya berprofesi sebagai dosen, dan guru SLB. Ibu saya merupakan seorang konselor HIV/AIDS di Klinik Kartika Rumkit Kesdam Medan. (skor 1)
o   Kalimat Tunggal: Kami memanggilnya ‘Petong’. (skor 1)
o   Kalimat Langsung:  “Biarkan saja, namanya juga anak band” ucap ayah saya. (skor 1)
·         Keragaman dalam panjang kalimat : (skor 1)
o   Kalimat panjang (lebih dari 10 kata)
Saya suka mencoreti belakang buku saya, bahkan saya juga memanfaatkan jatah buku baru yang diberikan oleh orang tua saya, untuk saya jadikan sebuah buku komik. (25 kata)
o   Kalimat singkat (kurang dari 5 kata)
Kami memanggilnya ‘Petong’.
                Kelenturan dalam Konten atau Gagasan
·         Imajinasi: Saya cukup mampu mengembangkan topik karangan (skor 1)
·         Fantasi: Tidak ada pertimbangan dimensi fantasi pada karangan, sebab karangan ini berisikan fakta. Karangan ini merupakan analisis diri menggunakan teori. (skor 1)
3.       Keaslian (originalitas)
·         Orisinalitas dalam tema: Tema dan topik karangan cukup lazim digunakan (skor 0)
·         Orisinalitas dalam pemecahan atau akhir cerita: Karangan pasti akan menceritakan akhir yang berbeda-beda pada tiap orang, walaupun tema sama. Karena karangan dianalisis berdasarkan pandangan masing-masing (skor 1)
·         Humor: Tidak ada aspek yang menggelikan dalam karangan ini (skor 0)
·         Menggunakan kata atau nama baru untuk mengungkapkan suatu konsep. (skor 1)
Bahkan ibu saya menyebut saya ‘bertelor’
·         Orisinalitas dalam gaya penulisan. Sama seperti poin orisinalitas dalam pemecahan atau akhir cerita, tentu saja gaya penulisan dalam setiap karangan berbeda-beda. (skor 1)
4.       Kerincian (elaborasi, kekayaan): mampu menghias cerita agar tampak kaya.
·         Mengungkapkan ekspresi; hidup dan menarik. (skor 1)
·         Emosi; mampu mengungkapkan perasaan. (skor 1)
·         Empati; secara eksplisit mengungkapkan perasaan dalam penggambaran tokoh utama. Ini menjadi mudah, karena karangan ini memang menceritakan pengalaman pribadi. (skor 1)
·         Unsur pribadi. Saya melihat diri saya dalam kejadian untuk mengungkapkan pendapat dan pengalaman pribadi. (skor 1)
·         Percakapan: kalimat naratif langsung dengan menggunakan tanda kutip (skor 1)
saya ingat apa ucapan ayah saya: “Biarkan saja, namanya juga anak band”

Total Skor: 20


Daftar Pustaka
Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. PT. Rineka Cipta.  Jakarta
http://letslearnlanguage.wordpress.com/2011/11/29/kalimat-interogatif-dalam-bahasa-indonesia/
http://lisnaindrageni-lisnaindrageni.blogspot.com/2013/05/jenis-jenis-kalimat.html

Selasa, 15 Oktober 2013

Analisis Diri menggunakan Teori Peranan Keluarga, Sekolah, dan Lingkungan


Saya adalah anak perempuan satu-satunya di keluarga saya. Saya punya 1 abang, dan 2 adik. Ayah saya berprofesi sebagai dosen, dan guru SLB. Ibu saya merupakan seorang konselor HIV/AIDS di Klinik Kartika Rumkit Kesdam Medan. Menurut saya, keluarga saya cukup serius, namun ada momen dimana kami tertawa bersama. Kamipun dapat terlihat sangat kompak di beberapa foto. Ayah saya, yang sangat humoris, jenaka, dan tidak pernah marah. Ibu saya yang galak, namun sangat polos. Abang saya yang tingkahnya kekanakan namun lucu dan sering menciptakan panggilan aneh. Kami memanggilnya ‘Petong’. Kedua adik saya pun sangat ceria dan humoris. Munandar (2009:80) menyatakan bahwa bercanda, berolok-olok, dan berbagi lelucon sering terjadi pada keluarga kreatif. Dimana faktor humor merupakan salah satu karakteristik keluarga kreatif.

Saya sendiri sangat menyukai dunia seni, terutama seni figural, juga seni musik. Pada saat saya duduk di SD, saya sangat suka menggambar, terutama gambar-gambar manga (komik). Saya suka mencoreti belakang buku saya, bahkan saya juga memanfaatkan jatah buku baru yang diberikan oleh orang tua saya, untuk saya jadikan sebuah buku komik. Banyak teman sekelas saya yang meminjam komik buatan saya untuk dibaca. Rasanya sangat puas dan senang ketika mereka menyampaikan pujian mengenai gambar dan cerita di komik ciptaan saya. Saya juga memiliki teman sekelas yang suka menggambar komik, dan kami juga saling mendukung satu sama lain, sehingga ini meningkatkan press dalam diri saya. Di usia ini, saya juga sering dibelikan ayah saya majalah Bobo setiap minggunya. Ketika orang tua saya melihat coretan gambar di buku pelajaran saya, mereka menegur saya agar tidak membuang-buang halaman, dan menyianyiakan buku baru untuk dijadikan sebagai komik. Namun teguran mereka hanya di awal saja, karena setelah itu mereka membiarkan saya. Mengenai jenis kreativitas yang saya minati menurut konten struktur intelek Guilford (dalam Munandar, 2009), ialah bidang kreativitas figural, yaitu seni pahat/ukir, arsitektur.
Beranjak SMP, saya masih suka menggambar komik, dan juga mulai membaca majalah-majalah remaja, pada saat itu majalah Kawanku dan Gadis. Saya sangat menyukai rubrik kreatif yang mengajarkan bagaimana membuat aksesoris, mendaur ulang pakaian, atau dekorasi ruangan. Dari sini saya mulai bersahabat dengan gunting, jarum, benang, dan perkakas jahit lainnya untuk membuat aksesoris. Akses ini juga dipermudah dengan tersedianya peralatan jahit yang cukup lengkap yang dimiliki ibu saya. Walaupun beliau tidak terlalu sering menjahit, namun peralatan menjahitnya sangat lengkap. Saya pun diajari bermacam teknik menjahit, seperti jelujur, tusuk feston, dll. Saya juga dapat menangkap hal itu dengan cepat. Hal ini juga didukung oleh Munandar (2009) yang menyatakan bahwa sejauh mana orangtua mampu menyediakan fasilitas, menunjukkan hubungan yang positif dengan kinerja anak.
Di usia ini pun, saya mulai bersahabat dengan radio dan sering mendengarkan musik. Musik favorit saya adalah sejenis musik rock yang keras dan bersemangat. Orang tua saya memberikan saya kamar pribadi yang disertai satu unit radio yang selalu saya dengarkan setiap waktu. Saya sangat sering menghabiskan waktu di kamar, bahkan ibu saya menyebut saya ‘bertelor’ :P. Kamar ini saya cat sendiri walaupun berantakan. Kamar ini pun mendukung segala minat saya. Saya sering menggambar di dinding dengan cat glassdeco (cat untuk permukaan licin), menempelkan stiker glow in the dark, menempelkan poster pemain bola, dll. Orang tua saya sempat protes dengan kegiatan saya, namun akhirnya mereka pun membiarkan saya. Karakteristik dalam keluarga saya, dimana kebebasan yang diberikan secara leluasa, dalam artian tidak banyak menentukan aturan perilaku dalam keluarga (dalam Munandar:79, 2009), juga turut mendukung minat saya.
SMA, saya tergila-gila dengan musik post-hardcore dan gaya ala scene girls. Gaya ini identik dengan rambut kembang dan jepitan pita warna warni. Nah mulai lagi eksperimen saya untuk membuat sendiri jepitan dan bando saya. Ibu saya turut serta dalam membantu saya membeli beraneka ragam pita, manik aksesoris, jepitan, bando, dll. Saya juga banyak belajar dan mencari info lewat youtube. Saya juga bergabung dengan sebuah band beraliran post-hardcore/metal-core. Dengan dandanan seperti ini, ibu saya sangat sering mengeluh. Kadang meminta persetujuan pada ayah saya agar saya mau berhenti bergaya ala scene girls, namun saya ingat apa ucapan ayah saya: “Biarkan saja, namanya juga anak band” hahahahha :P. Dan akhirnya peranan faktor lingkungan, yaitu cara asuh dan iklim keluarga (dalam Munandar:79, 2009) sangat membantu saya mengembangkan minat saya.

Saya sebenarnya tidak ingin kuliah psikologi, karena kedua orang tua saya juga seorang psikolog. Saya lebih tertarik dengan arsitektur ataupun design interior, namun orangtua saya tidak mengizinkan saya kuliah di luar kota. Memasuki bangku kuliah, saya mulai mengurangi dandanan scene girls ini, karena sangat menonjol dan terkesan berantakan jika berada di lingkungan perkuliahan. Saya hanya berdandan jika ada acara konser, atau acara diluar kampus. Majalah yang saya baca semakin dewasa, seperti go girl, cosmo girl, dll. Majalah ini memberikan proyek craft yang lebih menantang lagi. Dan saya sangat menyukainya. Saya juga semakin bersahabat dengan youtube, yang sangat banyak menyumbangkan ide dan pengetahuan yang sangat luas. Kegiatan kampus yang sangat padat memaksa saya menghentikan beberapa ide saya, salah satunya band.  Namun saya semakin tergila-gila dengan craft dan art. Pengalaman dan pengetahuan sebelumnya memberikan banyak kesempatan. Saya pun memiliki harapan untuk dapat memasarkan aksesoris buatan saya kelak. Dan berharap mampu memperoleh pendidikan di dunia arsitektur ataupun design interior yang memang sangat saya minati.
Orangtua saya cukup mendukung segala kegiatan saya dan apapun pilihan serta minat saya. Walaupun pada awalnya mereka sempat mengutarakan ketidaksetujuannya terhadap pilihan ataupun kegiatan saya, namun pada akhirnya mereka melepaskan saya dengan pilihan saya. Menurut Munandar (2009). Orang tua harus melatih keterampilan anak dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan minatnya. Hal ini juga didukung oleh motivasi intrinsik (press) yang kuat dari dalam diri saya. Dimana dengan melakukan minat saya, saya memperoleh kepuasan yang tinggi. Walaupun pada kenyataannya, kedua orang tua saya jarang merespon (feedback) karya saya, namun itu bukanlah hal yang penting untuk saya. Jumlah perhatian yang diberikan oleh orangtua saya, agak minim. Kami pun diberi kebebasan dan aturan yang cukup. Kedekatan emosional terhadap orangtua juga tergolong sedang. Karakteristik ini seperti diungkapkan Amabile (dalam Munandar:92, 2009).  Lingkungan sekitar (teman) yang memberikan dukungan yang positif pada saya, semakin menumbuhkan rasa percaya diri saya.
Dari pola asuh kedua orangtua saya ini, saya juga merasa mudah bergaul dengan orang lain, dimana ciri ini merupakan salah satu karakteristik keluarga kreatif menurut Munandar (2009:80). Saya juga mempelajari hal ini dari ibu saya. Karakteristik lain yang dihubungkan dengan kondisi rumah kami (poin ke 7:81), sebenarnya tidak terlalu menonjol. Ibu saya punya kebiasaan mengoleksi perangkat makan, seprei, gorden, yang jumlahnya sangat luar biasa menurut saya, hampir 4 lemari jika ditotal. Ibu saya juga sangat suka mengoleksi banyak pakaian, dan tas beraneka warna. Bahkan ibu saya memiliki 1 kamar yang hanya berisi koleksi pakaian dan tas nya. Saya rasa, dia sangat suka keindahan dan warna yang matching. Ini termasuk dalam karakteristik gaya hidup orang tua (Munandar, 2009:81).
Saya merasa saya dibesarkan dalam keluarga yang cukup kreatif. Hal ini terjadi menurut Vernon (dalam Munandar, 2009: 85) karena kretivitas dapat berkembang dalam suasana non otoriter, yang memungkinkan individu untuk berfikir dan menyatakan diri secara bebas.